Jumat, 15 Juli 2011

Jejak-Jejak Terserak

Beginilah...
Apa yang terserak dalam lembar demi lembar cerita perjalanan ini....

Entah bagaimana dan dimana semua bermula
Dan entah akan seperti apa episode kesudahannya.....

Lembar jiwa yang lusuh ini mulai terkoyak dari kesejatiannya...
Entah sampai kapan berhenti dari menipu diri
Entah sampai kapan dapat berlepas dari topeng rombeng kepura-puraan
Sungguh, semua itu sangat menyesakkan...

Lantun suara ini serasa sudah tak mampu lagi berteriak...
Bahkan bisikan pun hanya tertahan, terdiam, di mulut kerongkongan....
Nyaris mencekik jalan napas jiwa ini

Nurani lara dalam luka yang menganga tak terobati
Busuk menusuk dan menjalar, merenggut denyut nadi yang biasa menghentak

Tak ada lagi pijar yang menerangi urat demi urat lingkar jalan jiwa
Cakrawala telah menutup pesonanya
Mengganti tabirnya dengan pekat gelap yang menghimpit

Oh jiwa....
Adakah kau mampu bertahan dalam gulita yang menggelayut ini?

.......................................................................

Di sini....
Hari ini....

Aku bukan sedang ingin bersuara....
Aku juga tidak sedang ingin menyalakan sebuah pelita...
Apalagi hendak mengganti cakrawala....

Aku hanya sedang merunut...
Mencoba merapikan serakan potongan cerita yang terkoyak tak terjelaskan
Mencoba menerka nada jiwa yang mulai sumbang tak runtut ritme...

Dan beginilah bait-bait ini tertuliskan :

Bila aku berdusta [selama ini],
Mohon pahami...
Bahwa ada potongan jiwa yang tak rela bila “kebenaran” hadir menjemputnya
Menenggelamkannya [kembali] dalam lara yang tak terperihkan...
Begitu hebat kenyataan menusukkan duri-durinya
Sungguh, jiwa ini sangat merindu “kebenaran”
Namun, ia belum sanggup memeluknya....

Bila aku terdiam [selama ini],
Mohon pahami...
Bahwa ada sejumput lara yang tak rela bila “nada” terlepas dari mulut jiwa
Membawanya [kembali] dalam riuh nestapa tak terobati...
Nestapa yang tak pernah bisa dimengerti siapapun
Sungguh, jiwa ini sangat merindu untuk berdendang kembali
Namun, ia belum sanggup melantunkannya...

Bila aku tak perduli [selama ini]
Mohon pahami...
Bahwa ada sejengkal hati yang tak rela bila “kasih” hadir menyiramnya
Menyeretnya [kembali] dalam pengabaian yang tak berkesudahan
Begitu tega mereka menelantarkan butir kasih yang telah tertunai
Sungguh, jiwa ini sangat merindu untuk berbagi kembali
Namun, ia belum sanggup merelakannya...

Bila aku menutup diri [selama ini]
Mohon pahami...
Bahwa ada rongga jiwa yang tak rela terjamahi
Menghanyutkannya [kembali] dalam cawan kasturi yang meracuninya
Racun yang telah menumpulkan kepekaannya akan dekap mesra jiwa yang lain
Sungguh, jiwa ini sangat merinduh kasih sayang
Namun, ia belum sanggup merengkuhnya...

.......................................................................

Di sini....
Hari ini....

Sekali lagi kukatakan :

Aku bukan sedang ingin bersuara....
Aku juga tidak sedang ingin menyalakan sebuah pelita...
Apalagi hendak mengganti cakrawala....

Aku hanya sedang merunut...
Mencoba merapikan serakan potongan cerita yang terkoyak tak terjelaskan
Mencoba menerka nada jiwa yang mulai sumbang tak runtut ritme...

Jiwa yang [selama ini] penuh dengan dusta
Jiwa yang [selama ini] hanya terdiam
Jiwa yang [selama ini] tak pernah perduli
Dan Jiwa yang [selama ini] telah menutup diri

Jiwa yang tidak pernah bisa memeluk “kebenaran” dari kenyataan
Jiwa yang belum sanggup melantukan “nada” kehidupan
Jiwa yang tidak mampu merelakan kembali untuk berbagi “kasih” dengan sesama
Dan jiwa yang belum bersedia merengkuh kembali dekap mesra sang kekasih

.......................................................................

Tapi...
Wahai jiwa-jiwa yang berjalan di sana...
Mohon pahami...
Bahwa sungguh jiwa ini sangat merindu....
Merindu untuk kembali pada kesejatiannya....
Merindu untuk berlepas dari topeng rombeng kepura-puraan...


Oh jejak-jejak jiwa yang terserak...
Bilakah engkau akan menyudahi perjalanan ini?
Merebahkan diri dalam dekap keabadian...




Kamis, 14 Juli 2011
Sebuah refleksi perjalanan seorang hamba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar